Tritama Chaerani, Teman dari Toba



"Mba, aku boleh duduk sini ya," ucap seorang perempuan dengan senyum menyungging maksimal di wajahnya. Tangannya menunjuk bangku kosong di sebelahku. Pasrah, aku mengangguk.

Ya, aku memang selalu menghindari interaksi dengan orang. Apalagi di lingkungan baru dan di tengah orang-orang baru yang tak kukenal.

Tak lama setelah menempatkan tubuhnya di bangku dan uplek dengan tas di pangkuannya, "masih nulis berita ya mba?" perempuan itu kembali bicara. Satu pertanyaan yang kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Mulai dari kehidupan wartawan sampai tebak-tebakan umur.

Melihat dia terus berupaya ngajak ngobrol, aku yang sedari tadi sengaja memasang headset, akhirnya melepas headsetku dan meladeninya bicara. Hm... Headset yang kupasang juga hanya hiasan, supaya ga diajak ngobrol orang. Tapi ternyata dia tetap bicara, jadi ya kuhargai.

Setiap pertanyaan kujawab singkat, sesekali aku juga menyunggingkan senyum. "Dia semangat sekali bertanya," batinku.

Kami saat itu sedang dalam perjalanan luar kota. Tepatnya para wartawan berbagai media diajak perusahaan tempat dia bekerja ke Medan. Sejak perbincangan di bus itu, kami jadi kerap ngobrol di sela-sela kegiatan gathering itu.

Sampai akhirnya perjalanan berakhir. Di Bandara Soekarno Hatta, sebelum kami pulang masing-masing, aku bertanya. "Mba, saya belum tau nama mba," kataku usai bersalaman dan cipika-cipiki.

"Demi apa kita udah pergi bareng berhari-hari lo ga ngeh nama gue siapa?"

"Hehe enggak," jawabku lagi sambil nyengir.

"Gue Tama," kata dia sambil pasang muka gemas.

Sejak saat itu, kita tetap berteman. Bertegur sapa di media sosial, bercerita lewat chatting hingga ngopi-ngopi cantik sambil mendengar cerita-cerita lucu Niken. Curhat hal apapun juga kami lakukan.

Oya, Niken juga satu teman yang kukenal dalam perjalanan di Medan itu. Akhirnya kami sering main bareng bertiga.

Sampai suatu pagi, 5 Februari 2019, aku mendapat pesan bahwa mba Tama sudah tiada sejak kemarin. Aku langsung terdiam, berkirim pesan dengan Niken pun aku menahan air mata.

Dan sampai hari ini, aku masih kerap merindu perempuan mungil yang selalu tertawa melihat senyumku. Seram, katanya. Merindu nasihat galaknya dan tawanya yang seru.

Rest in peace mba. Thx sudah mau jadi teman baik meskipun cuma
sebentar, tapi lo tetep temen baik gue sampe kapanpun.

Comments

Popular posts from this blog

AKU DAN MEREKA :D

GUGUR